Rabu, 27 Agustus 2014

MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH

CONTOH MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Apresiasi pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati penomena di atas maka sangat diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang bersih dan hijau.
MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH
Permisi…. Lewat ngoceh sebentar ya….

MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH – Welcome to my Personal Blog by isomwebs There are many topics about Indonesia like indonesia tourism, tourist attractions, art dan culture of indonesia, cheap hotels, indonesian news and entertainment, top celebrities, automotive, education, healthy, etc. All topics on here such as MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH just for personal notes by blog author and this topic is about MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH

to get any more information for this related topics of HP dual sim card you can do a search in the category at contoh surat, This topic is about Aplikasi BBM untuk Android,MAKALAH PENYAKIT MENULAR ,Jenis Konfigurasi Routing, Makalah Globalisasi, MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH by isomwebs.com


Lanjjjuuuuuutttt,,,,,
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Makalah ini akan membahas tentang “Penanggulangan Masalah
Sampah Perkotaan Dan Perdesaan”.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Selain itu penyusunan ini juga untuk membuka jendela pengetahuan tentang permasalahan pengolahan sampah yang ada saat ini. Harapan penulis adalah agar makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, akan tetapi bermanfaat juga bagi meraka yang membutuhkan untuk referensi ataupun bahan bacaan semata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengolahan Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.
Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.
2.2 Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya ( Aswar, 1986).
Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari Kota Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006, jumlah produksi sampah telah meningkat menjadi 2.200 m3/hari (Tim Kota Sanitasi Kota Denpasar, 2007). Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya: (1) sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, (2) Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga, (3) Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan dan interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang apatis, (4) keberadan lahan untuk tempat penampungan sampah, (5) finansial (keuangan), (6) keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan (5) kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan (sampah).
Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat lain.
2.3 Kondisi Pengelolaan Sampah Saat Ini
Bahwa pada saat ini sampah sulit dikelola karena berbagai hal, antara lain:
a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami porsoalan sampah,
b. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang sampah
c. Meningkatnya biaya operasional pengelolaan sampah
d. Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan pencemaran udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika
e. Ketidakmampuan memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan mempercepat menjadi sampah.
f. Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.
g. Semakin banyaknya masyarakat yang keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan sampah.
h. Sulitnya menyimpan sampah yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.
i. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.
j. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola oleh pemerintah.
Penanganan sampah yang telah dilakukan adalah pengumpulan sampah dari sumber-sumbernya, seperti dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang dikumpulkan di TPS yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah dilengkapi jarring ke TPA. Bagi daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan mengingat sarana dan prasara yang terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara swakelola dengan beberapa jenis bantuan fasilitas pengangkutan. Bagi Usaha atau kegiatan yang menghasilkan sampah lebih dari 1 m3/hari diangkut sendiri oleh pengusaha atau bekerjasama dengan pihak lainnya seperti desa/kelurahan atau pihak swasta. Penanganan sampah dari sumber-sumber sampah dengan cara tersebut cukup efektif.
Beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah, seperti telah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat didaur ulang. Ini ternyata sebagai matapencaharian untuk mendapatkan penghasilan. Terhadap sampah yang mudah busuk telah dilakukan usaha pengomposan. Namun usaha tersebut masih menyisakan sampah yang harus dikelola yang memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan sisa sampah di TPA sampai saat ini masih dengan cara pembakaran baik dengan insenerator atau pembakaran di tempat terbuka dan open dumping dengan pembusukan secara alami. Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara.
Pengelolaan sampah dimasa yang akan datang perlu memperhatikan berbagai hal seperti:
1. Penyusunan Peraturan daerah (Perda) tentang pemilahan sampah
2. Sosialisasi pembentukan kawasan bebas sampah, seperti misalnya tempat-tempat wisata, pasar, terminal, jalan-jalan protokol, kelurahan, dan lain sebagainya
3. Penetapan peringkat kebersihan bagi kawasan-kawasan umum
4. Memberikan tekanan kepada para produsen barang-barang dan konsumen untuk berpola produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan
5. Memberikan tekanan kepada produsen untuk bersedia menarik (membeli) kembali dari masyarakat atas kemasan produk yang dijualnya, seperti bungkusan plastik, botol, alluminium foil, dan lain lain.
6. Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan sampah sekala kecil, bisa dimulai dari tingkat desa/kelurahan ataupun kecamatan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi daur ulang, komposting, dan penggunaan incenerator.
7. Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA
8. Mendorong transformasi (pergeseran) pola konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai produk-produk yang berasal dari daur ulang.
9. Pengelolaan sampah dan limbah secara terpadu.
2.4 Model Pengelolaan Masalah Sampah Perkotaan Dan Perdesaan
Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 5 UU Pengelolan Lingkungan Hidup No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk mendapatkan hak tersebut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat dan pengusaha berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan, mencegah dan menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam UU NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12 dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan. Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan tatanan sosial budaya daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi kewajiban dan hak setiap orang baik secara individu maupun secara kolektif, demikian pula kelompok masyarakat pengusaha dan komponen masyarakat lain untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah dalam upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang baik, bersih, dan sehat.
Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah dilaksanakan antara lain adalah:
1. Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
3. Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar masih tergolong rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).
4. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari. Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesaui dengan persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5 tahun setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model pengelolaan sampah perkotaan harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen masyarakat perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas), sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat kaitannya dengan keberadaan kawasan persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti dilibatkan. Pemilihan model sangat tergantung pada karakteristik perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di kawasan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maka diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat untuk dikembangkan di perkotaan dan perdesaan sehingga kualitas kesehatan, kualitas lingkungan dapat ditingkatkan serta sampah dapat menjadi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Model hendaknya melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan dan memperhatikan karakteristik sampah, karakteristik perkotaan atau perdesaan serta keberadaan sosial-budaya masyarakat setempat.
3.2 Saran
Kita sebagai warga masyarakat harusnya lebih paham dan mengerti tentang pengolahan sampah dan harus lebih sadar akan kebersihan lingkungan yang kita diami. Karena dampak dari lingkungan kotor dapat mendatangkan penyakit bagi kita sendiri dan masyarakat sekitarnya. Untuk itu mulai sekarang marilah kita menggalakan hidup sehat dengan tidak membuang sampah sembarangan dan selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Nitikesari, Putu Ening. 2005. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Sampah Secara Mandiri di Kota Denpasar. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
PPLH UNUD. 2005. Laporan Pengkajian Penyusunan Pedoman Dan Kriteria Adipura Regional Provinsi Bali. Laporan Penelitian Kerjasama PPLH UNUD dengan PUSREG Bali-Nusra. Denpasar.
Bapedalda Provinsi Bali dan PPLH UNUD. 2005. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali. Denpasar.
PPLH UNUD. 2007. Kajian Sosial Kemasyarakatan Model Pengelolaan Sampah Di Lingkungan Pemukiman Perkotaan Di Provinsi Bali. Laporan Penelitian Kerjasama PPLH UNUD dengan PUSREG Bali-Nusra. Denpasar.

Artikel Karya Ilmiah Remaja

Artikel Karya Ilmiah Remaja » Karya Ilmiah Remaja (KIR)

KARYA ILMIAH
PERAN HUTAN DALAM MEREDUKSI
PEMANASAN GLOBAL
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat-Nya penulis masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan tulisan yang sederhana ini.
Pemanasan global yang terjadi merupakan dampak dari semakin majunya teknologi yang diikuti dengan penggunaan ahan bakar berbasis fosil, peralatan perang, dan lain sebagainya yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya gas rumah kaca.
Tingginya kandungan CO2, CH4, CFC, dll dalam atmostir bumi menyebabkan peningkatan suhu bumi yang pada akhirnya menyebabkan pergeseran iklim yang sulit diprediksi. Kerusakan hutan khususnya akibat kebakaran erat kaitannya dengan sumbangsih Indonesia pada efek pemanasan global tersebut. Kajian pemanasan global ini penting untuk memberi masukan bagi kita akan pentingnya kelestarian hutan dalam rangka mereduksi efek tersebut.
Pada kesempatan ini penulis berhasrat ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu penyediaan literatur yang diperlukan.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karenanya kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan tulisan-tulisan berikutnya. Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Medan, Mei 2007
Budi Utomo
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………….. i
DAFTAR TABEL ………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………….. iv
PENDAHULUAN …………………………………. 1
PEMANASAN GLOBAL …………………………….. 4
Perubahan peruntukan lahan…………………….. 7
Intensitas karbon dan emisi per-kapita …………. 8
Dampak yang terjadi ………………………….. 9
Pencegahan ………………………………….. 11
MENGURANGI GAS RUMAH KACA …………………….. 13
Alternatif penganggulangan ……………………. 13
Moratorium ………………………………….. 15
PUSTAKA …………………………………….. 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pembukaan areal pertanian yang melibatkan kegiatan pembakaran hutan……… 7
2. Uji coba penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (biodiesel) di Indonesia… 11
PENDAHULUAN
Di masa lalu Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan hutan alam tropis terluas di dunia, memiliki keanekaragaman hayati tertinggi, sehingga dijuluki “Zamrud Khatulistiwa” dan diharapkan mampu menjadi “penjaga” keseimbangan keberlangsungan dan kelestarian ekosistem bumi, posisi Indonesia kini justru sangat mengenaskan.
Secara tragis, Indonesia kini justru dikenal sebagai salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia yang salah satu dampaknya menimbulkan perubahan iklim yang bisa mengancam kelangsungan hidup manusia di planet Bumi ini. Ini bisa terjadi karena, jujur saja, akibat perilaku buruk kita dalam mengelola alam Indonesia.
Laporan ilmiah Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang dikeluarkan di Paris, 2 Februari 2007, secara tegas menyebutkan besarnya polah manusia sebagai penyebab perubahan iklim. Menurut laporan ini, sebagaimana disiarkan organisasi lingkungan hidup Indonesia, Pelangi, memberikan kemungkinan sampai 90 persen bahwa aktivitas manusia merupakan penyebab perubahan iklim itu. Ini lebih tinggi daripada laporan terakhir pada 2001 yang menyebutkan bahwa kemungkinannya hanya 66 persen.
Menurut IPCC, konsentrasi gas-gas karbondioksida (CO2), metana, dan dinitrogen oksida (N20), meningkat pesat sejak 1750 sehingga konsentrasi saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum era industri. Peningkatan konsentrasi CO2 terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil serta alih fungsi hutan menjadi lahan ekonomis, sementara aktivitas pertanian menyebabkan peningkatan konsentrasi gas metana dan dinitrogen oksida.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim atau cuaca di Indonesia khususnya di Sumatera Utara belakangan ini makin meningkat. Namun sejauh pengamatan lebih banyak musim panas dibandingkan musim hujan. Hal ini terlihat dari beberapa bulan terakhir selalu terjadi musim panas. Bila terjadi hujan tidak berlangsung lama dan kemudian kembali panas.
Ironisnya pada musim panas ini suhu udara bisa mencapai 35 oC. Akibatnya banyak
warga yang merasa kegerahan bahkan bisa menyebabkan suatu penyakit karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Menurut BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika)
Wilayah Medan salah satu pengaruh perubahan iklim di Medan bisa jadi karena makin meningkatnya suhu udara dari 30 tahun terakhir ini sekitar 0.3 (nol poin tiga) – 0.85 oC. Jadi sejak 30 tahun ini ada peningkatan rata-rata dari suhu udara.
Selain itu, ada juga peningkatan jumlah curah hujan yang naik. Karena itu kalau suhu udara semakin meningkat maka dari pertumbuhan awan juga makin tinggi sehingga jumlah curah hujan bila kita lihat lima tahun terakhir ini dibanding rata-rata juga cukup meningkat dari curah hujan yang turun untuk di wilayah Sumatera Utara.
“Contohnya saja di stasiun Sampali, Polonia dan Sibolga. Kecendrungan curah hujannya menjadi naik,” katanya.
Namun secara global, kalau kita lihat dari data IPCC (Inter Governmental Thanel on Climat Change) yang memantau dari peningkatan suhu global dunia, juga mengalami peningkatan suhu udara. Hal itu disebabkan karena pengaruh banyaknya CO2 yang ada ada di angkasa sehingga menyebabkan gas rumah kaca (GRK) sehingga ada perubahan iklim yang tidak menentu.
Perubahan iklim seperti itu kadang di suatu daerah bisa menyebabkan banjir yang besar karena curah hujannya tinggi, tapi daerah lain menjadi kondisinya sangat kering. Hal itu mungkin dari salah satu efek pemanasan global dalam skala dunia. Sedangkan kalau yang di wilayah Sumatera Utara sebenarnya dalam posisi musim kemarau. Mungkin karena kondisi efek global iklim yang sudah tidak berubah, sehingga ketika musim kemarau terasa sangat panas.
Di wilayah Sumut ada dua kali musim kemarau dan dua kali musim penghujan.
Untuk musim kemarau terjadi Januari-Maret dan Juni-Juli. Dan kebetulan bulan ini jatuh pada musim kemarau, namun perubahan iklim yang tidak menentu menyebabkan kadangkadang hujan dan panas. Sedangkan musim penghujan April-Mei dan September-Desember. Terjadinya dua kali musim kemarau dan dua kali musim penghujan menurut Syafril, karena dua kali dilewati matahari. Namun kadang kala ada sedikit keterlambatan atau kecepatan sehingga menyebabkan perubahan iklim tidak menentu. Sebagai contoh, tahun 2006 kemarin terjadi keterlambatan musim hujan sampai pertengahan Januari. Jadi sampai pertengahan akhir Maret Sumatera Utara masih terasa kering. Hal itu, karena keterlambatan musim kemarau. Pada pertengahan Januari hujannya cukup banyak, sehingga kalau dilihat sekarang pertumbuhan awannya berada di Jawa. Namun sekarang mulai balik lagi ke wilayah Sumatera Barat, kemudian di sepanjang pantai Barat dan laut Jawa, tapi garis pertumbuhan awannya belum stabil.
Menyikapi perubahan iklim atau cuaca ini, pihak BMG sendiri memberikan informasi. Artinya BMG memberikan informasi prakiraan musim yakni musim kemarau maupun hujan, sehingga masyarakat tinggal mengantisipasi misalnya bertanam atau merencanakan pembangunan sesuai dengan prakiraan itu.
Selain itu juga BMG menggunakan prakiraan bulanan. Misalnya bulan ini cuaca normal atau di bawah normal, sektor pertanian atau untuk bidang-bidang peternakan bisa menyesuaikan dengan kondisi cuaca tersebut.
planet bumi bakal mengalami kenaikan suhu rata-rata 3,5 oC memasuki abad mendatang sebagai efek akumulasi penumpukan gas tersebut. Akibat yang muncul cukup mencemaskan antara lain meliputi : kenaikan permukaan laut akibat proses pencairan es di kutub; perubahan pola angin; meningkatnya badai atmosferik; bertambahnya populasi dan jenis organisme penyebab penyakit yang berdampak pada kesehatan; perubahan pola curah hujan dan siklus hidrologi serta perubahan ekosistem hutan, daratan dan ekosistem lainnya.
Para pakar lingkungan dunia selama bertahun-tahun telah mencoba mengumpulkan bukti-bukti ilmiah yang dapat menjelaskan fenomena alam ini, dan hasilnya cukup mengejutkan yaitu, iklim mulai tidak stabil. Pada Juni 1998 di Tibet terjadi gelombang udara panas, temperatur berkisar 25 oC selama 23 hari, kejadian ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kawasan Siberia, Eropa Timur dan Amerika Utara yang dikenal udaranya sangat membekukan tulang kini mulai menghangat.
Sementara Kairo pada Agustus 1998 tercatat suhu udara menembus angka 41 oC.
Pada Agustus 1998 di Sidney Australia terjadi badai besar disertai hujan dengan curah hujan mencapai tiga kali ukuran normal. Sementara di Indonesia, Meksiko dan
Spanyol terjadi musim kering berkepanjangan akibat dipicu oleh badai tropis yang berujung pada terbakarnya hutan dengan luasan kumulatif mencapai jutaan hektar. Kemudian, naiknya permukaan air laut di beberapa kawasan Asia dilaporkan bahwa air laut telah meluap melampaui batas air payau dan memusnahkan areal hutan bakau di kawasan tersebut.
Sementara di Fiji terjadi penyusutan garis pantai sepanjang 15 cm per tahun selama 90 tahun terakhir Berdasarkan hasil penelitian IPCC (1990) permukaan air laut telah naik sekitar 10-20 cm pada masa abad terakhir ini. Bila angka kenaikan permukaan air laut ini sampai menyentuh kisaran angka 20-50 cm maka habitat di daerah pantai akan mengalami gangguan bahkan musnah.
Sedangkan peningkatan sebesar 1 meter diprediksi akan mampu menggusur puluhan juta orang akibat terendamnya kota dan desa dikawasan pesisir, lahan pertanian produktif akan hancur terendam dan persediaan air tawar akan tercemar.
Perlu dilakukan tindakan menyeluruh disertai komitmen yang kuat untuk  menghentikan meluasnya wabah bencana Secara sederhana tindakan yang bisa dilakukan adalah:
Pengembangan etika hemat energi dan ramah lingkungan. Budaya penghematan energi terutama yang terkait dengan energi yang dihasilkan dari bahan fosil (BBM) harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh kesadaran.
Dalam bidang transportasi misalnya pemakaian kendaraan bermotor yang boros bahan bakar hendaknya semakin dikurangi yang juga dibarengi dengan upaya perancangan peraturan secara ketat untuk mengurangi pencemaran udara dalam berbagai bentuk.
Upaya penghematan pemakaian listrik konsumsi rumah tangga perlu terus diupayakan terutama bila pembangkit listriknya mempergunakan bahan bakar diesel/batu bara. Sebagai konsumen kita harus kritis melakukan penolakan untuk mempergunakan barang konsumsi dan peralatan yang masih mempergunakan CFC dalam produknya karena saat kita memakainya tak ubahnya kita menyediakan tali untuk menjerat leher kita sendiri di masa mendatang. Bahan CFC banyak dijumpai pada peralatan pendingin (Kulkas, AC) serta tabung penyemprot parfum.
Substitusi Bahan Bakar. Penggunaan gas alam dalam aktivitas rumah tangga maupun industri ternyata berperan cukup nyata dalam mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca. Gas alam menghasilkan CO2 temyata 40 persen lebih rendah dibanding batu bara dan 25 persen lebih rendah daripada minyak bumi sehingga dengan menukar sumber bahan bakar kita bisa mengurangi tingkat emisi gas CO2.
Pelestarian Hutan dan Reboisasi. Keberadaan hutan ternyata berfungsi luar biasa dalam menyerap gas CO2 sehingga dapat memperlambat penimbunan gas-gas rumah kaca. Penelitian menunjukkan bahwa untuk menyerap 10 persen emisi CO2 yang ada di atmosfer saat ini diperlukan upaya penanaman setidaknya pada areal seluas negara Turki. Seandainya saja setiap jiwa di Sumatera Utara (jumlah penduduk Sumut sekitar 12 juta jiwa) menaman satu batang pohon maka setidaknya ada 12 juta pohon yang terhampar menjadi satu kawasan hutan baru yang akan mampu menyerap jutaan ton carbon.
Suatu jumlah yang cukup berarti bagi upaya pelestarian bumi. Perlu komitmen secara global untuk mengurangi kerusakan hutan akibat eksploitasi hutan maupun kebakaran hutan dan menggiatkan upaya reboisasi pada lahan kosong.
Kekeringan akibat kemarau berkepanjangan merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim secara global. Sebenamya masih banyak langkah-langkah antisipatif yang dapat dilakukan terutama dalam tatanan kebijakan nasional dalam rangka mencegah pemanasan global, namun semuanya berpulang kembali kepada kesadaran kita semua selaku individu.
Kini saatnya berpartisipasi secara aktif bagi bumi yang telah memberikan kehidupan bagi kita. Bumi ini hanya satu mari kita menjaganya karena hal itu hanya akan mendatangkan bencana bagi penghuninya termasuk anak cucu kita. Mari kita wariskan bumi yang bersih dan generasi mendatang.
Perubahan Peruntukan Lahan
Terkait fenomena di atas, sejauh mana sebenarnya “sumbangsih” Indonesia bagi terjadinya perubahan iklim yang mengancam keberlangsungan nasib manusia di bumi ini.
Sebuah penelitian yang dilakukan Pew Center dalam perubahan iklim global bertajuk Climate Data: Insights and Observations yang dikeluarkan pada Desember 2004, dapat menjadi gambaran posisi negeri khatulistiwa ini. Misalnya dalam perubahan penggunaan lahan (land use change). Dalam skala global, penelitian yang melibatkan World Resources Institute ini, jumlah CO2 dari aspek ini perkirakan mencapai 18 persen dari total emisi tahunan. Penyebabnya antara lain akibat industri hutan, pembersihan dan pengelolaan lahan untuk pertanian. CO2 dari perubahan peruntukan lahan ini merupakan sepertiga dari total emisi dari negara berkembang dan lebih dari persennya berasal dari negara dunia ketiga.
Gambar
Peringkat suatu negara dalam penghitungan emisi global ini sangat tergantung kepada jenis gas yang dihitung. Jika dihitung dari sumbangsihnya akibat perubahan peruntukan lahan dan gas non CO2, maka Indonesia berada di posisi keempat.
Indonesia hanya berada di peringkat ke-25 dalam total emisinya jika dilihat dari sumbangsih CO2 akibat penggunaan bahan bakar fosil. Nasib sama juga dialami Brazil, yang jika dengan penghitungan perubahan peruntukan lahan dan gas non CO2, negara ini naik dari peringkat ke-17 menjadi peringkat kelima. “Bersama-sama, kedua negara mengumpulkan kira-kira 50 persen dari total perkiraan emisi CO2 global tahunan dari perubahan peruntukan lahan,” sebut hasil penelitian ini.
Intensitas Karbon dan Emisi per-Kapita Intesintas karbon, yaitu tingkat emisi CO2 per unit dari keluaran ekonomi (economic output), di Indonesia juga meningkat. Sepanjang 1990-2000, intensitas karbon di Indonesia, bersama-sama dengan Arab Saudi, Ukraina dan Brazil, naik secara signifikan.
Untuk emisi per kapita, “sumbangsih” Indonesia bersama-sama negara-negara lain juga memprihatinkan. Empat negara berkembang terbesar, yakni China, India, Indonesia dan Brazil, yang memiliki sekitar 44 persen populasi dunia, menyumbang sekitar 24 persen emisi global.
Memang, harus diakui, emisi per kapita ini memiliki keterkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan rakyat suatu negara. Artinya, makin sejahtera rakyat suatu negara, maka tingkat rata-rata emisi per orang makin tinggi. Namun, seperti disimpulkan dari penelitian ini juga, jika ditambahkan dengan CO2 akibat perubahan peruntukan lahan, maka lagi-lagi Indonesia dan Brazil memiliki tingkat emisi per kapita lebih tinggi dibandingkan dengan Uni Eropa. Akhirnya, jika dihitung emisi kumulatifnya, yaitu “sumbangsih” suatu negara dalam perubahan iklim secara keseluruhan dibandingkan emisinya pada suatu waktu, posisi Indonesia juga menyesakkan dada.
Hasil penelitian Pew Center ini menjelaskan, “Pertumbuhan paling dramatis dalam sejarah pembagian adalah pada negara-negara tropis yang merupakan produsen besar kayu. Brazil dan Indonesia, dengan 0,9 persen dan 0,5 persen untuk emisi kumulatif bahan bakar fosil-berturut-turut-melompat hingga ke 6,2 persen dan 7,2 persen-berturut-turutdengan penambahan CO2 dari perubahan peruntukan lahan.”
Indonesia sulit untuk membantah hasil penelitian ini. Berbagai peristiwa yang berkaitan dengan hasil penelitian ini terus terjadi. Kebakaran hutan dan pembakaran lahan hampir selalu terjadi setiap tahun. Menyedihkannya lagi, kasus kebakaran hutan dan pembakaran lahan ini sampai-sampai merepotkan dan menyengsarakan negaranegara tetangga Indonesia yang pada akhirnya membuat citra negeri berlimpah sumber daya alam ini, makin terpuruk. Selain itu, berbagai fenomena bencana alam, yang diduga erat berkaitan dengan akibat terjadinya perubahan iklim juga makin sering menimpa berbagai daerah di Indonesia. Banjir bandang, tanah longsor, badai tropis, musim hujan dan musim kering yang makin sulit diprediksi, adalah sedikit gambaran lain dari pengaruh perubahan iklim itu. Secara global, laporan ilmiah IPCC pada Februari 2007 juga mengungkapkan beberapa temuan yang memprihatinkan terkait perubahan iklim itu. Penemuan itu, misalnya, pada periode1850-2005 telah terjadi kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76 derajat Celcius dan 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan tahun-tahun dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukannya pengukuran suhu pertama kali pada 1850. Kemudian, telah terjadi kenaikan permukaan laut global rata-rata sebesar 1,8 meter per tahun dan antara periode 1961-2003 telah terjadi kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih luas sejak 1970-an, terutama di daerah tropis dan sub tropis. Sekadar tambahan, suhu udara di Medan yang saat ini (2007) diperkirakan lebih panas dan merupakan yang terpanas sejak 1987, kiranya juga harus dilihat dari kacamata perubahan iklim yang melanda Indonesia.
Dampak yang terjadi Sudah sejak lama para ahli mengkawatirkan efek yang timbul dari aktifitas manusia di permukaan bumi seperti pembakaran bahan bakar fosil untuk kendaraan, proses industri, penyediaan listrik dan proses penebangan hutan yang dapat mengeluarkan sejumlah besar Gas Rumah Kaca (GRK) yang menutupi lapisan azon di atmosfer bumi. Semakin tebal GRK menutupi lapisan di atmosfer menyebabkan panas yang dipancarkan matahari ke bumi terperangkat. Akibatnya temperatur permukaan bumi perlahan-lahan terus mengalami peningkatan. Peningkatan ternperatur ini disebut pemanasan global.
Terjadinya pemanasan global ditandai dengan terjadinya perubahan iklim yang secara cepat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan manusia dan lingkungan, baik pada saat sekarang maupun waktu yang akan datang. Misalnya pemanasan global diperkirakan menyebabkan terjadinya kenaikkan suhu bumi rata-rata. Di Indonesia kenaikkan telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0,3 oC sejak tahun 1990, dan peningkatan ini diperkirakan akan terus terjadi. Selain itu akibat dari pemanasan global juga mempengaruhi kondisi hutan. Dengan perubahan iklim diperkirakan akan terjadi pergantian beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di dalam hutan. Beberapa spesies akan terancam punah karena tidak mampu beradaptasi, sedangkan spesies yang mampu bertahan akan berkembang tidak terkendali. Begitu juga dengan kebakaran hutan akibat terjadinya peningkatan suhu udara di lingkungan sekitar hutan semakin tidak dapat terelakkan. Peningkatan suhu yang terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti musim kemarau panjang mengakibatkan mudah terbakar ranting-ranting atau daun-daun akibat gesekan yang ditimbulkan.
Dampak lain dari pemanasan global juga terjadi pada pertanian karena adanya pergeseran musim dan perubahan pola hujan. Pada umumnya semua bentuk sistem pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Terjadinya keterlambatan musim tanam atau panen akan memberikan dampak yang besar baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti ketahanan pangan, industri pupuk, transportasi dan lain sebagainya.
Meningkatnya frekwensi penyakit tropis, seperti malaria dan demam berdarah juga terjadi dari pemanasan global. Hal ini disebabkan oleh naiknya suhu udara yang menyebakan masa inkubasi nyamuk semakin pendek. Dampaknya, nyamuk malaria dan demam berdarah akan berkembang biak lebih cepat.
Diperkirakan dengan adanya pemanasan global permukaan air laut mengalami peningkatan. Dan berbagai studi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperlihatkan bahwa telah terjadi kenaikkan permukaan air laut sebesar 1-2 meter dalam 100 tahun terakhir. Masih menurut IPCC, pada tahun 2030 permukaan air laut akan bertambah antara 8-9 sentimeter dan permukaan laut saat ini. Sebagai dampak naiknya permukaan air laut, banyak pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Apabila perkiraan IPCC terjadi, diperkirakan Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau. Hal ini tentunya akan menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian besar wilayah Indonesia. Akibatnya, bila ditarik garis batas 12 mil laut dari garis pantai, maka sudah tentu luas wilayah Indonesia akan berkurang. Bukan itu saja, selain naiknya permukaan air laut, suhu air laut juga mengalami peningkatan sebesar 2-3 derajat celcius. Bila ini terjadi, alga yang merupakan sumber makanan akan mati karena tidak mampu beradaptasi dengan peningkatan suhu air laut. Hal ini berdampak pada menipisnya ketersediaan makanan terumbu karang. Akhirnya terumbu karang pun akan berubah warna menjadi putih dan mati.
Pemutihan karang berimbas punahnya berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi, seperti ikan. Padahal Indonesia mempunyai dari 1.650 jenis ikan karang, itu pun hanya yang terdaftar di wilayah Indonesia bagian timur saja belum terhitung yang berada di wilayah lainnya.
Pencegahan Dengan berbagai akibat perubahan iklim tersebut, tak terkecuali yang melanda Indonesia, yang lebih utama disebabkan oleh tingkah dan polah manusia, maka untuk memperbaikinya juga harus memperbaiki perlakuan manusia terhadap alam atau bumi secara global pula. Kita dituntut untuk mengubah gaya hidup kita yang selama ini tidak ramah kepada lingkungan hidup.
Sebagai langkah pencegahan yang bisa dilakukan untuk menahan laju perubahan iklim yang berakibat ekstrim itu adalah dengan mengurangi emisi GRK hasil aktivitas manusia. Caranya antara lain bisa dengan menggunakan bahan bakar dari sumber energi yang lebih bersih atau menggunakan sumber energi terbarukan. Biodiesel, gas, tenaga matahari atau biomassa merupakan sumber energi yang ramah terhadap lingkungan.
Sebuah penelitian di satu industri manufaktur di Cilegon, penggunaan gas bisa menurunkan emisi GRK di industri ini hingga sebesar 31 persen dibandingkan ketika menggunakan batubara. Langkah penting lainnya adalah Pemerintah Indonesia harus segera mengubah kebijakannya dalam pembangunan yang sedang dilakukan. Dalam setiap kebijakan ini, maka aspek lingkungan hidup mesti menjadi salah satu pertimbangan utama. Kemudian, secara global, negara ini juga harus lebih meningkatkan peran aktifnya dalam menjaga lingkungan hidup dunia dengan mengacu kepada Protokol Kyoto, yang sudah diratifikasi menjadi Undang-undang (UU) No 17/2004.
Bagi Indonesia, ini sangat penting. Karena ternyata, perubahan iklim tersebut akan berdampak sangat besar bagi Indonesia, seperti menurunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air dan meningkat dan meluasnya kasus penyakit. Semua langkah ini, implementasinya membutuhkan perilaku dan cara pandang lebih ramah terhadap alam. Jika perilaku dan pandangan terhadap alam masih seperti saat ini, maka bukan tidak mungkin negeri kita yang dulu dikenal sebagai negeri Zamrud Khatulistiwamenjadi sebuah negeri yang paling menderita akibat perubahan iklim tersebut.
Berbagai bencana yang terjadi belakangan ini, mungkin bisa menyadarkan kita bahwa alam membutuhkan perlakuan setara, sebagai sahabatnya, dari manusia.
MENGURANGI GAS RUMAH KACA
Alternatif Penanggulangan
Dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global disebabkan adanya GRK dihasilkan dari aktifitas masyarakat, berbagai negara terus berupaya untuk menekan jumlah GRK yang dihasilkan dengan cara mencari berbagai alternatif seperti tidak mempergunakan minyak fosil secara berlebihan.
Salah satu upaya untuk menekan GRK, lahirnya konvensi perubahan iklim pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) tentang Pembangunan Berkelanjutan di Rio de Janeiro Brasil pada bulan Juni 1992 silam. Dan hasil konferensi tersebut telah disepati dan disyahkan perjanjian di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk me ngadopsi rencana-rencana besar yang terkait dengan upaya konservasi lingkungan.
Sekedar menyegarkan ingatan, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang perubahan iklim (Konverensi Perubahan Iklim) dibuat berdasarkan gagasan dan program untuk menekan emisi GRK secara internasional sejak tahun 1979. Konverensi diadopsi pada tanggal 14 Mei 1992 dan mulai berlaku tanggal 21 Maret 1994.
Untuk Indonesia, pemerintah telah juga meratifikasi pada tanggal 23 Agustus 1994 melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim). Konvensi Perubahan Iklim adalah suatu perjanjian multi lateral untuk meningkatkan negara dalam upaya menurunkan emisi GRK untuk menjaga stabil itas konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat aman bagi sistem iklim di bumi.
Pertanyaanya, sudah sejauh mana negara Indonesia yang ikut dalam Konvensi Perubahan Iklim berupaya untuk mengurangi emisi GRK. Bila dilihat secara kasat mata, negara Indonesia masih belum mampu mengurangi emisi GRK. Besarnya GRK yang dihasilkan Indonesia dengan penggunaan bahan minyak fosil, tidaklah mengherankan bila Indonesia masuk dalam daftar negara penghasil GRK terbesar.
Meski upaya untuk mengurangi GRK belum maksimal, bukan berarti upaya tersebut tidak dilakukan. Untuk menahan laju perubahan iklim yang sangat ditekankan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas, dengan cara beralih ke bahan bakar yang memiliki emisi yang lebih rendah seperti penggunaan gas dan energi dari sumber terbarukan, atau melakukan program efisiensi energi. Ini efektif dilakukan di sektor industri dan pembangkit listrik. Kedua sektor ini termasuk penghasil emisi GRK utama di Indonesia, dan memiliki konsumsi energi per kapita yang tinggi.
Menggantikan penggunaan batubara atau diesel menjadi gas bisa menghasilkan penurunan emisi GRK yang signifikan. Beralih menggunakan sumber energi terbarukan bisa mengurangi emisi GRK dalam jumlah yang lebih besar. Dengan semakin tingginya harga minyak bumi, sumber energi terbarukan menjadi pilihan yang semakin menarik.
Kerusakan hutan yang semakin parah dan diiringi dengan terjadinya musibah seperti banjir, tanah longsor yang beruntun dan merengut nyawa dalam jumlah cukup banyak berikut harta yang tak ternilai, merupakan persoaIan yang tidak kunjung tuntas.
Bukan itu saja, kekhawatiran pada penggundulan serta terjadinya pembakaran hutan yang berakibat meningkatnya suhu panas bumi, juga ikut menambah daftar persoalan yang muncul dan tidak mungkin dihindari.
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, ternyata sejak tahun 1861 sebagai masa pertama pencatatan suhu bumi, maka rata-rata suhu global meningkat selama abad ke-20. Alhasil, keberadaan hutan kita sudah tidak dapat lagi menyuplai kebutuhan kayu untuk industri dan lain sebagainya. Tidak dapat disangkal lagi, ternyata untuk Sumut sendiri, diperkirakan dari 3,7 Juta Hektar lahan hutan yang ada, maka setengahnya sudah rusak atau dalam kondisi kritis. Kalau kita tidak segera mengambil sikap tegas untuk mencegah perambahan, pembakaran atau penggundulan hutan, maka negeri ini akan tandus dan gersang yang dipastikan akan diikuti dengan berbagai bentuk bencana mengerikan. Bahkan sebelum itu semua terjadi, ada satu hal yang juga merisaukan kita, karena ternyata dalam catatan salah satu badan lingkungan dunia, ternyata Indonesia merupakan produsen ketiga terbesar penghasil gas emisi setelah USA dan China. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa, usaha untuk mengurangi produk karbon dioksida (CO2) dengan mencegah terjadinya pembakaran hutan menjadi salah satu solusi terbaik meredusir peningkatan emisi gas tersebut selain penghematan energi dan lain sebagainya.
Moratorium
Terjadinya pembakaran serta penggundulan hutan secara besarbesaran menjadi pemicu utama kita meraih predikat buruk tersebut. Predikat ini tentu bertolak belakang dengan identitas yang melekat pada bumi Indonesia yang tersohor dengan hutannya.
Karenanya, pemerintah harus segera rnenerapkan Moratorium (jeda tebang-red) hutan untuk menghentikan segala bentuk pengrusakan yang masih terus berlangsung. Dengan jeda tebang tersebut, secara otomatis potensi hutan kita tidak akan terusik, yang berarti juga hutan akan membangun dirinya secara alami.
Walaupun konsep ini dinilai lambat, tapi jauh lebih efektif dari pada digalakkan reboisasi hutan, tapi ternyata konversi atau pengalihan fungsi hutan tidak dikendalikan.
Selain itu, upaya penegakan hukum yang dilakukan aparatur penegak hukum kita, seperti Operasi Hutan Lestari II tidak dilakukan secara seporadis. “Mustahil operasi tersebut maksimal kalau tidak dilakukan secara rutin dan berkesinambungan. Kalau dihitung-hitung upaya rehabilitasi maupun reboisasi ternyata tidak sebanding dengan akibat yang ditimbulkan dan pengrusakan hutan.
Bukankah sudah cukup banyak kasus atau musibah yang terjadi karena pengrusakan hutan tersebut. Dan penting dicamkan, bahwa bencana tersebut akan berakibat orang lain yang ticiak berdosa ikut menjadi korban serta rnenanggung akibatnya. Bukan itu saja, karena bencana akan terus terjadi kalau alam serta hutan makin parah. Karena itu, seluruh masyarakat sebaiknya turut serta secara global untuk menjadikan hutan sebagai bagian dari upaya untuk menyelamatkan diri kita sendiri.
PUSTAKA ACUAN
Malau F. 1 April 2007. Dicari alternatif mengurangi gas rumah kaca. Analisa: 16 (1-3).
Sukma GA. 1 April 2007. Wajah buruk Indonesia dalam perubahan iklim. Analisa:16 (1-3).
Purba JR. 2007. Moratorium hutan harus segera terlaksana. Analisa: 16 (4-5).
Pardede. JP. 22 Desember 2007. Ketika bumi makin panas. Analisa: 15 (1-3).
Bardaisyah. 8 Oktober 2007. peningkatan suhu udara sudah terjadi sejak 30 tahun terakhir. Analisa: 15 (1-3).

Karya Ilmiah | Cara Menulis Karya Ilmiah >> Karya Tulis Ilmiah

Menulis Karya Ilmiah – Pada Kesempatan Kali ini saya akan posting mengenai tata cara dan persyaratan sebuah karya imliah.

Berikut adalah ketentuan menulis karya ilmiah :

MENULIS KARYA ILMIAH
 ======================================================
[1]
 1. Karya Ilmiah
Suatu karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang  dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium , artikel jurnal, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah, seperti makalah, laporan praktikum, dan skrispsi (tugas akhir). Yang disebut terakhir umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis pakar-pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian. Dalam beberapa hal ketika mahasiswa melakukan praktikum, ia sebetulnya sedang melakukan “verifikasi” terhadap proses penelitian yang telah dikerjakan ilmuwan sebelumnya. Kegiatan praktikum didesain pula untuk melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.

2. Sitematika Karya Ilmiah
Sistematika suatu karya ilmiah sangat perlu disesuaikan dengan sistematika  yang diminta oleh media publikasi (jurnal atau majalah ilmiah), sebab bila tidaksesuai akan sulit untuk dimuat. Sedangkan suatu karya ilmiah tidak ada artinya sebelum dipublikasi. Walaupun ada keragaman permintaan penerbit tentang sistematika karya ilmiah yang akan dipublikasi, namun pada umumnya meminta penulis untuk menjawab empat pertanyaan berikut: (1) Apa yang menjadi masalah?; (2) Kerangka acuan teoretik apa yang dipakai untuk memecahkan masalah?; (3) Bagaimana cara yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah itu?; (4) Apa yang ditemukan?; serta (5) Makna apa yang dapat diambil dari temuan itu?  Paparan tentang apa yang menjadi masalah dengan latar belakangnya biasanya dikemas dalam bagian Pendahuluan. Paparan tentang kerangka acuan teoretik yang digunakan dalam memecahkan masalah umumya dikemukakan dalan bagian dengan judul Kerangka Teoritis atau Teori atau Landasan Teori , atau Telaah Kepustakaan, atau label-label lain yang semacamnya. Paparan mengenai apa yang
dilakukan dikemas dalam bagian yang seringkali diberi judul Metode atau Metodologi atauProsedur atau Bahan dan Metode. Jawaban terhadap pertanyaan apa yang ditemukan umumnya dikemukakan dalam bagian Temuan atau Hasil Penelitian. Sementara itu paparan tentang makna dari temuan penelitian umumnya dikemukakan dalam bagian Diskusi atauPembahasan. Tentu saja sistematika karya ilmiah ini tidak baku, atau harga mati. Sistematika karya ilmiah sangat bergantung pada tradisi masarakat keilmuan dalam bidang terkait, jenis karya ilmiah (makalah, laporan penelitian, skripsi). Dalam suatu karya ilmiah yang mempunyai tingkat keformalan yang tinggi, seperti misalnya skripsi, sistematika penulisan lebih baku, dan beberapa paparan lainnya sering diminta dari mahasiswa, seperti seperti Kesimpulan dan Rekomendasi (Saran-Saran) pada bagian akhir, atau Kata Pengantar pada bagian awal. Banyak jurnal dan majalah meminta abstrak, yakni rangkuman informasi yang ada dalam dokumen laporan, makalah, atau skripsi, lengkapnya. Abstrak yang ditulis secara baik memungkinkan pembaca mengenali isi dokumen lengkap secara secara cepat dan akurat, untuk menentukan apakah isi dokumen sesuai dengan bidang minatnya, sehingga dokumen tersebut perlu dibaca lebih lanjut. Abstrak sebaiknya tidak lebih dari 250 kata (dalam satu atau dua paragraf), menyatakan secara singkat tujuan dan lingkup penelitian/pengkajian, metode yang digunakan, rangkuman hasil, serta kesimpulan yang ditarik.

3. Laporan Praktikum
Dalam tradisi pendidikan tinggi dalam bidang sains, kegiatan praktikum menjadi bagian penting dari program pendidikan. Hal ini disebabkan oleh pentingnya peranan kegiatan praktikum dalam mengembangkan kompetensi ahli sains. Praktikum menjadi wahana untuk: (1) Pemantapan pengetahuan teoretis yang telah dipelajari; (2) Pengembangan keterampilan menggunakan peralatanperalatan standar laboratorium sains; (3) Pembinaan sikap ilmiah dalam bekerja di laboratorium sains; dan (4) Pengembangan kemampuan menulis laporan kegiatan laboratorium. Kombinasi antara pemahaman yang kuat aspek-aspek teoretis, kemampuan merancang eksperimen/penyelidikan untuk memecahkan masalah dengan mengaplikasikan pengetahuan teoretik tadi, keterampilan bekerja di laboratorium, serta kemampuan menulis laporan sehingga layak dipublikasi, merupakan unsur-unsur penting dari kompetensi seorang ilmuwan. Seperti halnya karya ilmiah lainnya, laporan praktikum mesti memenuhi kriteria: (1) Nalar (logic); (2) Kejelasan (clarity); dan (3) Presisi (precision). Dalam kaitan ini kecermatan berbahasa dalam menulis laporan sangat penting peranannya, karena faktor ini dapat membuat suatu laporan memenuhi tiga criteria tadi. Perlu diingat bahwa sebuah laporan praktikum adalah wahana penyampaian pesan dari mahasiswa sebagai komunikator kepada pembaca laporan itu (dosen dan mahasiswa lain) tentang: (1) Masalah apa yang diselidiki; (2) Pengetahuan teoretis apa yang dijadikan landasan bagi penetapan prosedur/metode penyelidikan: (3) Apa yang dilakukan untuk pengumpulan data dan informasi; (4) Data apa yang terkumpul dan temuan apa yang dihasilkan dari analisis data; (5) Pembahasan (diksusi) tentang hasil yang diperoleh, khususnya mengenai implikasi temuan ; (6) Kesimpulan apa yang dapat ditarik.  Sesuai dengan fungsi laporan praktikum yang dikemukakan di atas, laporan praktikum umumnya terdiri atas komponen-komponen: (1)Tujuan, yang memaparkan permasalahan apa yang akan diselidiki; (2) Teori, yang memaparkan konsep dan prinsip yang melandasi penyelidikan yang dilakukan; (3) Alat dan
bahan, yang merupakan paparan tentang jenis alat dan bahan yang dipakai, baik nama maupun ukuran. Apabila alat ukur elektronik tertentu dipergunakan, hendaknya disertakan merk dan nomor serinya. Bahan kimia perlu dilaporkan dengan konsentrasinya (bila larutan) dan kemurniannya (bila zat murni); (3) Prosedur percobaan, yang memaparkan tahap-demi tahap yang dilakukan; (4) Hasil Percobaan , yang mengungkapkan data yang telah ditabulasi, hasil analisis data, baik secara statistik maupun tidak, serta temuan-temuan penting percobaan sebagai hasil analisis data; (5) Pembahasan, yang mengungkapkan rasionalisasi (penjelasan yang masuk akal) terhadap berbagai temuan yang menarik, misalnya perbedaan antara prediksi teoretis dengan realita yang diamati; (6) Kesimpulan , sebagai pernyataan singkat yang mengungkapkan hasil penyelidikan secara menyeluruh.

4. Menuliskan Daftar Pustaka
Karya ilmiah perlu dilengkapi dengan daftar pustaka, yang memaparkan karya ilmiah lain yang digunakan sebagai rujukan. Agar dapat ditelusuri orang lain penulisan karya ilmiah rujukan tersebut perlu memuat nama pengarang, judul karya ilmiah, tahun penerbitan, serta penerbitnya. Tata cara penulisan daftar pustaka perlu juga memberikan isyarat apakah karya ilmiah yang dirujuk itu berupa buku, jurnal, makalah seminar, laporan penelitian yang tidak dipublikasi, dokumen Web, dll. Oleh karenanya ada tata cara yang ditetapkan untuk menuliskan daftar pustaka. Namun demikian terdapat banyak versi tata cara penulisan daftar pustaka, bergantung pada tradisi yang dipegang oleh masyarakat keilmuan dalam masing-masing bidang. Tata cara penulisan daftar pustaka yang disarankan da lam “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” di UPI diadopsi sebagian besar dari tata cara yang ditetapkan “American Psychological Association (APA)”. Tata cara ini berbeda dengan yang ditetapkan oleh American Chemical Sosiety, yang keduanya juga berbeda dari tata cara yang ditetapkan oleh Chemical Society of Japan (CJS). Namun, untuk penulisan karya ilmiah dalam konteks pendidikan di UPI, mahasiswa diwajibkan mengikuti pedoman yang ditetapkan UPI. Tata cara apapun dapat saja dipakai asalkan pemakaiannya konsisten. Namun demikian apabila karya ilmiah kita ingin dipublikasikan dalam jurnal tertentu, kita harus menyesuaikan diri dengan tata cara penulisan daftar pustaka yang ditetapkan oleh redaksi jurnal tersebut.

Acuan
Akhadiah, S., Arsjad, M. G., Ridwan, S. H. (1988). Pembinaan kemampuan menulis
bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Day, R. A. (1983). How to write and publish a scientific paper. Philadelphia: ISI Press.
Universitas Pendidikan Indonesia (2000). Pedoman penulisan karya ilmiah (laporan
buku, makalah, skripsi, tesis, disertasi).  

MENULIS KARYA ILMIAH
 =====================================================
[2]
Ilmiah populer adalah sarana komunikasi antara ilmu dan masyarakat (baca: orang awam). Sudah menjadi budaya, jurnal ilmiah ditulis dengan bahasa ilmiah untuk kalangan elit yaitu para ilmuwan yang memahami topiknya. Kalau sudah begitu jadinya, maka ilmu hanya menjadi milik ilmuwan, bukan milik masyarakat. Padahal peran utama iptek adalah untuk kemashlahatan penduduk bumi: semua makhluk hidup. Disinilah peran jurnalismus, menjadi PR iptek, menjadi sarana komunikasi antara ilmu dan masyarakat!
Karya ilmiah populer yang baik bukan berarti menulis hasil penelitian dengan lengkap. Prinsip utamanya adalah mencari sudut pandang yang unik dan cerdas, serta menggugah rasa ingin tahu pembaca awam. Sebetulnya menulis ilmiah populer mudah. Berbeda dengan menulis cerpen atau non-fiksi yang memerlukan keratifitas dan imajinasi tinggi. Dalam penulisan non-fiksi yang terpenting anda mengumpulkan fakta-fakta, menyeleksinya, menetapkan fokus dan meramu story. Beberapa tips yang dapat membantu dalam meramu karya ilmiah populer bisa anda ikuti dalam tulisan ini.
Menyusun strategi sebelum menulis
Think twice before writing, kata Ken Golstein penulis dari Columbia School of Journalism. Sebelum mulai menulis ilmiah populer, dan sebelum anda masuk kepada dramaturgi, sistematik tulisan, detail, setidaknya anda harus memikirkan strategi berikut:
Kepada siapa anda menyajikan tulisan anda?
Media apa yang anda pilih (internet, televisi, koran, majalah, radio, dsb)
Gaya penulisan apa yang paling tepat?
Kira-kira berapa lama pembaca meluangkan waktu untuk membaca tulisan anda?
Empat point diatas sebetulnya teknik dasar jenis tulisan apapun. Untuk ilmiah populer, teknik itu semakin urgent lagi. Ingat, menulis ilmiah populer sama dengan menterjemahkan ilmu yang ngejelimet ke dalam bahasa yang dimengerti secara umum. Tidak semua orang memahami ilmu anda, apalagi dengan banyaknya cabang ilmu pengetahuan. Spesialisasi ini menyebabkan seorang ahli paham di bidangnya tapi gak mudeng dengan bidang lain.
Kepada siapa anda menyajikan tulisan?
Seberapa dalam informasi yang akan anda sajikan tergantung siapa pembacanya. Karya ilmiah populer di koran umum, tentunya lebih isinya lebih dangkal daripada di majalah scientific misalnya. Sifat tulisan untuk pembaca umum, lebih mengedepankan unsur entertainment, dibandingkan tulisan untuk komunitas spesifik (misalnya majalah khusus komputer). Selain dari segi isi, karya ilmiah populer untuk komunitas spesifik lebih banyak menggunakan technical jargon. Boleh saja, sebab disini istilah spesifik tidak akan asing lagi bagi pembacanya.
Media apa yang anda pilih?
Informasi untuk di internet, televisi, koran atau majalah berbeda cara penulisannya. Misalnya media televisi mempunyai kelebihan dapat menampilkan gambar. Sehingga penggunaan teks jauh lebih sedikit. Namun kelemahan media ini, waktu yang tersedia jauh lebih singkat daripada media cetak. Cotoh lain, perbedaan antara media cetak dan online. Media online dengan sifat revolusioner hyperlinks-nya dapat merubah alur membaca. Kelebihan sifat link ini, anda dapat mengarahkan pembaca kepada fokus yang anda tuju. Berbeda dengan media cetak misalnya buku, karakteristik membaca sifatnya linear. Anda mengarahkan pembaca melalui daftar isi.
Gaya penuturan apa yang paling tepat?

Kerahkan imajinasi anda. Kira-kira bagaimana anda akan menyampaikan informasi paling tepat. Apakah dengan gaya reportase, menampilkan sosok yang bercerita, atau tutorial sifatnya.
Kira-kira berapa lama waktu yang tersedia bagi pembaca?
Pembaca koran bisayan lebih sedikit meluangkan waktu membacanya daripada pembaca majalah. Bukankah koran yang sudah seminggu dinyatakan tidak aktual lagi? Umumnya pembaca tidak mengorek-ngorek lagi koran yang sudah bertumpuk selama setahun lamanya. Semakin sedikit waktu yang tersedia, informasi yang anda sajikan semakin pendek dan harus cepat menuju sasaran.
Membidik Pembaca: Pilih Topik Menarik
Tulisan ilmiah populer anda dedikasikan untuk pembaca awam. Bukan expert yang memang berkecimpung di bidangnya. Posisikan diri anda pada pembaca. Pikirkan, mengapa anda perlu membagi ilmu anda? Apa yang membuat pembaca dapat tertarik dengan tulisan anda? Beberapa cara menggelitik motivasi pembaca:
Mengaitkan dengan kondisi aktual


Demikian posting kali ini tentang menulis karya ilmiah.  Semoga bermanfaat. Amiiin…

Makalah IPA Tentang Limbah


Makalah IPA Tentang Limbah » Makalah Limbah Makalah Dampak Limbah

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
Dimulai dengan makin maraknya industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Mulailah timbuh tumpukan limbah atau pun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya. Hal ini berakibat pada kehidupan manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama pada lingkungan sekitar.
Makalah IPA Tentang Limbah
Maka dari itu karya tulis ini akan dilengkapi dengan faktor – faktor yang timbul dan upaya – upaya yang dapat dilakukan mengenai masalah limbah. Oleh karena itu, kami telah susun karya tulis ini dengan rinci. Dengan maksud supaya makalah tentang Dampak Limbah serta Penanggulangannya ini dapat dijadikan masukan untuk membenahi kualitas kehidupan karena adanya limbah ataupun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya.
Pada makalah ini terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh guna meminimalisir dampak dari limbah ataupun sampah dan akhirnya kita dapat bersama mengurangi dampak dari adanya limbah ataupun sampah. Karena sampah sebenarnya ada juga yang masih dapat dimanfaatkan terutama limbah hewan yang dapt dijadiak pupuk atau limbah plastic dengan cara mendaur ulang serta limbah lain yang bias dimanfaatkan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.penanganan limbah ini tentunya tidak hanya sekedar mengolahnya/ mendaur ulangnya langsung tanpa memperhatikan jenis limbah dan cara penangannanya klarena dari setiap limbah yang ada mempunyai cirri berbeda terhadap dampak yang ditimbulkanya.
B.Karakteristik limbah :
Pada umumnya sesuatu yang ada di bumi ini memiliki suatu karakteristik
yang berbeda. Termasuk juga limbah yang mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Berukuran mikro
Karekteristik ini merupakan karakterisik pada besar kecilnya limbah/ volumenya. Contoh dari limbah yang berukuran mikro atau kecil atau bahkan tidak bias terlihat adalah limbah industri berupa bahan kimia yang tidak terpakai yang di buang tidak sesuai dengan prosedur pembuangan yang dianjurkan.
Dinamis
Mungkin yang dimaksud dinamis disini adalah tentang cara pencemarannya
yang tidak dalam waktu singkat menyebar dan mengakibatkan pencermaran.
Biasanya limbah dalam menyerbar di perlukan waktu yang cukup lama dan
tidak diketahui dengan hanya melihat saja. Hal ini dikarenakan ukuran
limbah yang tidak dapat dilihat
Berdampak luas (penyebarannya)
Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah ini merupakan efek dari
karakteristik limbah yang berukuran mikro yang tak dapat dilihat dengan
mata tellanjang. Contoh dari besarnya dampak yang ditimbulkan yaitu
adanya istilah “Minamata disease” atau keracunan raksa (Hg) di Jepang
yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap paralis (hilangnya kemampuan
untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini terajadi di
Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa (Hg).
Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Dampak yang ditimbulkan limbah terutama limbah kimia biasanya tidak
sekedar berdampak pada orang yang terkena tetapi dapat mengakibatkan
turunannya mengalami hal serupa.
Dari karakteristik limbah di atas pencemaran limbah juga didukung oleh
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran limbah terhadap
lingkungan diantaranya :
1.Volume Limbah
Tentunya semakin banyak limbah yang dihasilkan oleh manusia dampak yang akan ditimbulkan semakin besar pula terasa.
2.Kandungan Bahan Pencemar
Kandunngan yang terdapat di limbah ini mengakibatkan pencemaran
lingkungan apabila kandunganya berbahaya dapat mengakibatkan pencemaran
yang fatal bahkan dapat membunuh manusia serta mahluk hidup sekitar.
3.Frekuensi Pembuangan Limbah
Pada saat sekarang ini pembuangan limbah semakin naik frekuensinya di
karenakan banyaknya industry yang berdiri. Dengan semakin banyak
frekuensi limbah tentunya pembuanganlimbah menjadi tidak terkandali dan
usaha untuk mengolahnya tidak dapat maksimal dikarenakan pengolahan
limbah yang masih jauh dari harapan kita semua.
C.Sumber dan Jenis Limbah
1.Sumber Utama imbah
Sumber adanya limbah sebenarnya banyak sekali tetapi pada pengelompokannya sumber limbah terdiri dari :
Aktivitas manusia
Saat manusia melakukan aktivitas untuk menghasikan sesuatu barang
produksi maka akan timbul suatu limbah karena tidak mampunya pengolahan
yang dilakukan oleh manusia menggunkan mesin dan juga sulitnya untuk
mengolah barang yang tidak berguna menjadi barang yang bias dimanfaatkan
untuk keperluan manusia. Berikut adalah limbah yang dihasilkan oleh
aktivitas manusia misalnya :
a)Hasil pembakaran bahan bakar pada industry dan juga kendaran bermotor
b)Pengolahan bahan tambang dan minyak bumi
c)Pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian ataupun perumahan
Aktivitas alam
Selaindari aktivitas diatas pencemaran limbah di bumi juga di timbulkan
oleh aktivitas alam walaupun jumlahnya sangat sedikit pengaruhnya
terhadap lingkungan karena lokasinya yang biasanya bersifat
lokal.berikut ini contoh dari aktivitas alam yang menghasilkan limbah
yaitu :
a)Pembusukan bahan organik alami
b)Adanya aktifitas gunung berapi
c)Banjir, longsor serta
d)Aktivitas alam yang lain
Karena kedua aktivitas ini menimbulkan limbah yang mencemari lingkungan,
manusia di bumi terus mengembangkan teknologi untuk mencegah dampak
pencemaran lingkungan. Walaupun dilain pihak limbah terus meningkat
terutamadiakibatkan oleh aktivitas manusia hal ini didorong oleh
beberapa factor sebagai berikut :
ØPerkembangan industri
Perkembangan industri yang sangat cepat baik pertambangan, transportasi
dan manufakur atau pabrik yang mengahsilkan limbah dalam jumlah yang
relative besar sehingga terjadi pembuangan limbah yang kurang terkontrol
karena kurannya teknologi untuk membuat limbah menjadi barang yang
terurai atau ramah lingkungan
Modernisasi
Pada saat sekarang perkembangan teknologi untuk menghasilkan barang
semakin marak digunakan dikalangan orang yang mengeluti bidang industry.
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan barang dengan cepat tetapi di lain
hal perkembangan teknologi berakibat pada semakin banyaknya limbah yang
dihasilkan oleh teknologi itu sendiri.
Pertambahan penduduk
Semakin banyaknya penduduk di bumi ini mengakibatkan bertambah
meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal serta meingkatnya jumlah
kebutuhan akan barang. Hal ini dapat menimbulkan berberpa macam masal
seperti :
a)Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi
Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi berdampak
terhadap semakin berkurangnya hutan untuk mengurangi kadar pencemaran
lingkungan.
b)Penimbunan sampah
Semakin hari kita melihat banyaknya sampah yang menumpuk karena
pembuangannya yang sembarangan dan mungkin juga karena kurang mampunya
tempat pembuangan sampah untuk menampung sampah atau yang biasa disebut
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dalam menampung sampah sehingga sampah
menumpuk di suatu tempat yang berdampak menurunnya kualitas lingkungan
sekitar
2.Jenis Limbah
Bermacam-macam limbah mungkin akan kita temui di sekitar kita. Pernahkah
anda melihat sampah plastic, kaleng,pecahan kaca, kotoran hewan dan
lain sebagainya. Dari sekian banyaknya limbah ini dapat dikelompokan
berdasar sumber dari limbah ini berasal seperti penjelasan di bawah ini :
  • Garbage yaitu sisa pengelolaan atau sisa makanan yang mudah membusuk.
Misal limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga, restoran dan hotel.
Rubbish yaitu bahan atau limbah yang tidak mudah membusuk yang terdiri dari
·bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan kertas
·bahan yang tidak mudah terbakar seperti klaeng dan kaca
  • Ashes yaitu sejenis abu hasil dari proses pembakaran seperti pembakaran kayu, batubara maupun abu dari hasil industry.
  • Dead animal yaitu segala jenis bangkai yang membusuk seperti bangkai kuda, sapi, kucing tikus dan lain-lain.
  • Street sweeping yaitu segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di jalan karena perbuatan orang yang tidak bertanggungjawab.
  • Industrial waste yaitu benda-benda padat sisa dari industry yang tidak
tepakai atau dibuang. Missal industry kaleng dengan potongan
kaleng-kaleng yang tidak terolah.
D.Contoh Dari Pencemaran Limbah dan Upaya Pengolahannya.
·Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya
Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik
oleh wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi
nuansa alami. Selain itu kawasan wisata alam adalah sarana tempat
terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.
Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap
kawasan wisata alam harus menjaga keunikan, kelestarian, dan
keindahannya. Semakin banyak kunjungan wisatawan, maka aktivitas
dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun ekonomi.
Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi
kawasan tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau
sampah yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut dapat mengancam kawasan
wisata alam.
Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang
serius bagi kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam.
Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah memiliki nilai
potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas
dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan
kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai
daerah di Indonesia, dan dapat juga mempengaruhi penerimaan devisa
negara.
Komposisi Sampah
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat
diolah lebih lanjut menjadi kompos;
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti
plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan
gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan
sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk
lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik
wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca,
dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;
Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah
organik, sebesar 60 – 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%.
Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kesehatan:
· Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong penularan infeksi;
· Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus;
b. Menurunnya kualitas lingkungan
c. Menurunnya estetika lingkungan
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak indah untuk dipandang mata;
d. Terhambatnya pembangunan negara
Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan
pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata
tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi
tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan wisatawan
menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.
Pengelolaan Sampah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang
diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti
filosofi pengelolaan sampah. Filosofi pengelolaan sampah adalah bahwa
semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka
pengelolaannya akan menjadi lebih mudah dan baik, serta lingkungan yang
terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:
a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya
Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah
organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan
anorganik disetiap kawasan yang sering dikunjungi wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali
Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
1). Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan). Sampah
yang mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah
lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata.
Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan kegiatan
composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat
direduksi hingga mencapai 25%.
2). Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang
berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan
pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas
seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol
air minum dalam kemasan.
c. Tempat Pembuangan Sampah Akhir
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan
composting maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya mencapai ±
10%, harus dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di
Indonesia, pengelolaan TPA menjadi tanggung jawab masing-masing Pemda.
Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benar-benar
tidak dapat dimanfaatkan lagi hanya sebesar ± 10%. Kegiatan ini tentu
saja akan menurunkan biaya pengangkutan sampah bagi pengelola kawasan
wisata alam, mengurangi luasan kebutuhan tempat untuk lokasi TPS, serta
memperkecil permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh banyak
pemerintah daerah.
Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam, akan memberikan banyak manfaat, diantaranya adalah:
a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan kawasan sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung;
b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata dapat mengoptimalkan penggunaan pemanfaatan kawasan;
c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;
d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.
·B. Limbah Plastik
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis,
dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua
golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang
bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah
dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah
mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum
digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus
meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan
plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995
sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton,
sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%.
Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun
selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak
terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik
yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah
rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton
limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah,
disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat
membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun
tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi
lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari
bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada
plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk
menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun
agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan
bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi
lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu.
Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di
Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh
aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat
lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung
plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung
kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah
digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat
mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle).
Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari
berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik
yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia
melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung
plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan
sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90%
dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi
adalah penduduk Indonesia yang masih
malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja
bahwa di supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa
kantung plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan
biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket.
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik
seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan
mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik
dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang
(recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah
tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang
berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk
pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk
kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang
seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh
industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah
plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus
dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan),
limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak
teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah
plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan,
pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse
et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di
Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena
pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara
maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah
sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang
memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri
daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang
plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik
(80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus
dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk
meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat
jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena
(PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali
sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan
plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui.
Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah
digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu
atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata
plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih
kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia
masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan
komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan
sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu
dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya.
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai
substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah
dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang
dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur
ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003)
dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang.
Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer
termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh
rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih
kurang 200°C).
·Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa
benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian
dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber
dari limbah rumah sakit.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang
Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan
kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan
dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001).
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai
macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan
kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu,
perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi
perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).
Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga
pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang
dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan
pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa
benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian
dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber
dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan
kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu
(Giyatmi. 2003) :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan,
pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan
peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara
bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan
instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini
sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas
pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun harus
disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan
lagi (Barlin, 1995).
Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap,
pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam
melakukan proses kegiatan hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya
dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai
potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan
Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada
alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah
padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media
penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun
masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran
air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran tersebut
merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak
besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan
menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah
menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan
penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan,
penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya
(Karmana dkk, 2003). Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus
dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan
penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun
cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit
antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya
berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair,
menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung
selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju
instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang
sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke
saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal
dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya baik yang
medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga kesehatan
petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat
terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah
sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).
Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan
seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur.
Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa
rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari.
Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per
hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat)
berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius
sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah
(limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah
sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan
betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya
menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996).
Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya
membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah
diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari
(Sebayang dkk, 1996).
Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran
kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan
mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim,
hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik.
Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit
IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut
juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki
incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa
limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu
saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah
menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan
pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak
dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah
sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit,
khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik.
Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah
medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan
nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah
medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda
dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah
infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.
Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar
tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah
sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti
itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan
Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah
rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi
rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak
dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus
memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan
lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara
limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya,
harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa
memilikinya (Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan
jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari
kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian
manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah
teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran,
kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena
menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan
membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut
produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk,
1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah,
mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah
berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai
atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta
pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia
baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan
persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan
lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan
pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang
dkk, 1996).
Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang
mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi
pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan
tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung
bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD,
TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-
limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan
dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik
pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan
bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan
pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk
masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang
berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh
mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis
limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana,
1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan
di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan
mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff
rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai
resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus
yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum
dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum
keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label
biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik
yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan
resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat
yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga
seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan
bagi staff maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di
rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan,
melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan
limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu
mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang
meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan
limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru
mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang
tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang
masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi
mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya
antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste
minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan
pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source
reduction) (Hananto, 1999).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali
karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi
terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada
sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan
tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif
langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan
yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan
limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara
yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono,
2000) :
House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh
rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah
terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah
yang terjadi dengan sebaik mungkin.
Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai
jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya,
sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya
pengolahan limbah.
Pelaksanaan preventive maintenance, yakni
pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah
dijadwalkan.
Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu
upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran
proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan
gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan
terkontrol.
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik:
sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan
efisiensi.
Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi
proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan
efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan
rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di
seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah
dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal
berikut (Haryanto, 2001) :
Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan
dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus
dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum
dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi
dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :
1. Pemisahan limbah
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna
yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk
insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal
sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor
(dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung
kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan
di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain
2. Penyimpanan limbah
Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah
berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang
jelas
Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya,
sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di
tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
Petugas pengumpul limbah harus memastikan
kantung-kantung dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim
ke tempat yang sesuai
Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap
terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
Kantung dipegang pada lehernya
Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya
dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal),
pada waktu mengangkut kantong tersebut
Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan
kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor
tersebut seisinya (double bagging)
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda
tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode
warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor,
limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran
khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan
yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan
dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung
limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang
ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus
dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan
ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga
tidak sampai membusuk.
Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana
dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat
terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam
memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan
agar (Agustiani dkk, 2000) :
Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3
udara dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus
haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi :
kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan
bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang
telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.
insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 –
1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60%
panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah
sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani
insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain.
Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan
antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik,
termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti
dan Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun
dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut
meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
Tambahkan lapisan kapur.
Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa
ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat
membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut. Dari
sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium
paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses
uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated
sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga
harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum “dilempar” menjadi limbah
tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang
mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan.
limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).
Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya
berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya
sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak
dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat
mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil
akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga
dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin
dkk, 2002).
Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah
medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS
menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang
sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang
menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002). Yang
sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi
pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi
limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States
Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini
sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil,
cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).
Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu.
Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali
diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air
minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang
sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang
lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses
sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi
bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara
pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak
terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah
bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential
2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan
menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui
proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam
mikroorganisma seperti
bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus
serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui
proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel
mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses
oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy
(HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam
air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai
banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri
(Akers, 1993).

Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur,
laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam
equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan
gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi
senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper,
1986).
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki
koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada
tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan
lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat
diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada
tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat
pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan
dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon
aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses
penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti
dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang
keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan
aman ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH),
sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi
(2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil
radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa
organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai
contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah
menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi
kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang
lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di
sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan
didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal
berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan
dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan
bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan
dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang
banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada
saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses
penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif.
Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses
penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau
didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu
ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan
didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat
dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini
tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam
air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge)
dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem
ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah
limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah
terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga
cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas
(Wilson, 1986).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif.
Dampak negatif itu berupa
cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa
pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik
akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit
darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien
maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu
untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain
yang berada di lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan
kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan
melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah
sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah
sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung
jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai
sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis.
Karakteristik limbah:
Berukuran mikro
Dinamis
Berdampak luas (penyebarannya)
Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Limbah merupakan hasil dari aktivitas manusia dan aktivitas alam.
Pengolahan limbah merupakan cara untuk mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah.
Saran
Pengolahan limbah disaat ini perlu perhatian khusus mengingat semakin
banyaknya volume limbah di lingkungan sekitar. Dengan pengolahan limbah
diharapkan lingkungan sekitar bisa tetap alami tidak tercemar oleh
limbah.
Daftar Pustaka
Agustiani E, Slamet A, Winarni D (1998). Penambahan PAC pada proses
lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit: laporan
penelitian. Surabaya: Fakultas Teknik IndustriInstitut Teknologi Sepuluh
Nopember
Agustiani E, Slamet A, Rahayu DW (2000). Penambahan powdered activated
carbon (PAC) pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah
sakit. Majalah IPTEK: jurnal ilmu pengetahuan alam dan teknologi : 11
(1): 30-8
Akers (1993). Paperboard hospital waste container. United States Patent :
5,240,176 Arthono A (2000). Perencanaan pengolahan limbah cair untuk
rumah sakit dengan metode lumpur aktif. Media ISTA : 3 (2) 2000: 15-8
Barlin (1995). Analisis dan evaluasi hukum tentang pencemaran akibat
limbah rumah sakit Jakarta :Badan Pembinaan Hukum Nasional
Berlanga B (1998). Process, formula and installation for the treatment
and sterilization of biological, solid, liquid, ferrous metallic,
non-ferrous metallic, toxic and dangerous hospitalwaste material. United
States Patent : 5,820,541
Christiani (2002). Pemanfaatan substrat padat untuk imobilisasi sel
lumpur aktif pada pengolahan limbah cair rumah sakit. Buletin Keslingmas
Djoko S (2001). Pengelolaan limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8): 91-9
Giyatmi (2003). Efektivitas pengolahan limbah cair rumah sakitDokter
Sardjito Yogyakarta terhadap pencemaran radioaktif. Yogyakarta : Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada
Hananto WM (1999). Mikroorganisme patogen limbah cair rumah sakitdan
dampak kesehatan yang ditimbulkannya. Bul Keslingmas : 18 (70) 1999:
37-44
Harper (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,619,409
Haryanto (2001). Analisis senyawa-senyawa kimia limbah cair rumah sakit Kodya Jambi. Percikan : 31 (Mei): 54-9
Karmana O, Nurzaman M, Sanusi S (2003). Pengaruh limbah padat rumah
sakit hasil insinerasi dan pupuk NPK bagi pertumbuhan tanaman bayam
(Amaranthus sp) var. Gitihijau : laporan penelitian. Bandung : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Padjadjaran
Rostiyanti SF, Sulaiman F (2001). Studi pemeliharaan bangunan pengolahan
air limbah dan incinerator pada rumah sakit di Jakarta. Jurnal Kajian
Teknologi : 3 (2): 113-23
Said NI (1999). Teknologi pengolahan air limbah rumah sakitdengan sistem
“biofilter anaerob-aerob”. Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah II:
prosiding, Jakarta, 16-7 Feb 1999.
Said dan Ineza (2002). Uji performance pengolahan air limbah rumah sakit
dengan proses biofilter tercelup. Jakarta : Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Lingkungan
Sabayang P, Muljadi, Budi P (1996). Konstruksi dan evaluasi insinerator
untuk limbah padat rumah sakit. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan Bandung : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan Shahib MN (1999) Penerapan
teknik “Polymerase chain Reaction” (PCR) untuk memonitor pencemaran
lingkungan oleh senyawa merkuri (Hg) pada limbahcair rumah sakit.
Kongres Himpunan Toksikologi Indonesia: prosiding, Jakarta, 22-23 Feb
1999 Shahib MN, Djustiana N (1998). Profil DNA plasmid E. coli yang
diisolasi dari limbah
cair rumah sakit. Majalah Kedokteran Bandung : 30 (1) 1998: 328-41
Siregar TM (2001). Pengaruh penambahan inokulum pada pengolahan limbah
cair rumah sakit: studi kasus pengolahan limbah cair RSUD Pasar Rebo,
Jakarta menggunakan M-bio pada reaktor fixed-film aerobic. Jakarta :
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia
Sundana EJ (2000). Hospital waste minimization in Indonesia case studi:
Muhammadiyah Bandung General Hospital (RSMB). Jurnal Itenas : 4 (1):
43-9
Suparmin, Tri C, Budiono Z (2002). Studi evaluasi pengolahan air limbah
rumah sakit diPropinsi Jateng tahun 2002. Buletin Keslingmas
Wilson (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,618,103
http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah
http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_4.htm
http://onlinebuku.com/2009/01/20/pengolahan-limbah-plastik-dengan-metode-daur-ulang-recycle/
 Tolong dibaca Juga yang ini.!
Welcome to my Personal Blog – Anda sedang membaca artikel tentang Makalah IPA Tentang Limbah dan anda bisa menemukan artikel Makalah IPA Tentang Limbah ini dengan kata kunci Makalah IPA Tentang Limbah, Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Makalah IPA Tentang Limbah ini sangat bermanfaat bagi teman-teman Anda, namun Jangan lupa untuk meletakkan link postingan tentang Makalah IPA Tentang Limbah sebagai sumbernya

to get more information for related topics Makalah IPA Tentang Limbah You can do a search in that category in the menu above, this topic is about Makalah IPA Tentang Limbah by isomwebs.com